Tuesday, January 31, 2012

kereta sudah berangkat. ketika aku baru menapakan wajah tergesa pada stasiun tua ini.
gerimis perlahan dan irama saling cakap,  sebuah lagu pengantar jejakjejak laju gerbong terakhir.

seperti biasa.
sore dan senja akan melabuhkan senyumnya yang ranum menjadi malam sekelam kopi pahit tadi pagi.
aku duduk di satu bangku yang cukup berkarat, terdengar keritnya yang sakit
setiap kali kugerakkan punggungku yang rapuh.

lambat. aku perhatikan
secarik tiket perjalanan
hanya selembar kertas yang dimainkan jarijariku
sekilas teringat sepenggal kata kawan
"kita bisa lebih jelas melihat pemandangan dari jendela"

dan kini sebuah buku catatan, kubaca.
sejak awal.pelan.seksama.tanpa airmata.

"awal"
ujung pena yang lusuh. tinta yang mengabu.
dan sepenggal doa yang kutulis lirih.

gerimis jadi hujan
hujan kembali menjadi gerimis
yang kemudian senyap
 dingin hinggap
merayap malam-malam yang kedap
kelam dan sepahit kopi pagi tadi.

...
kereta berikut
datang dengan sambut.
hanya sebuah waktu sedikit luput.


*Sajak di Stasiun. Nov 2010

No comments:

Post a Comment