Friday, December 23, 2016

Boscha 1

“Karena duitnya Boscha ini banyak yah, jadinya digunakan untuk pembangunan Observatorium Boscha ini,” Mas Zen menjelaskan dengan cara yang menyenangkan kepada kami. Akhirnya, setelah beberapa waktu lalu gagal mengunjungi tempat ini karena tutup, Aku, Ella, Popo, Reza, Rashley dan Rumi sekarang sedang berada di kawasan yang memiliki luas 6 hektare ini. Setelah Institut Teknologi Bandung (ITB) berdiri pada tahun 1959, Observatorium Bosscha kemudian menjadi bagian dari ITB. Sejak saat itu, Bosscha difungsikan sebagai lembaga penelitian dan pendidikan formal Astronomi di Indonesia.

Monday, December 12, 2016

Bioskop Senen

"Eh kapan-kapan cobain nonton di bioskop itu yuk" Suatu hari entah beberapa tahun yang lalu, saat aku dan kawanku melintas perempatan besar pasar senen.
"Males ah, serem tauk"
"Tempat nongkrong gay"

"Wah, lu pernah ke sana?"
"Hmmm...belum sih"

Kabar berbau amis selalu menjadi jawaban ketika aku beranjak penasaran dengan keberadaan bioskop tua yang tidak pernah terlewat perhatianku saat berada di shelter Transjakarta Pasar Senen. Rasa penasaran selalu hinggap, bioskop itu belumlah berhenti beroperasi, pikirku. Hal itu kusimpulkan dari melihat baliho-baliho besar di bagian depan bioskop cukup up date walau hanya menampilkan film-film lokal. Tapi barulah kutahu kalau ternyata film yang terpampang di baliho besar itu bukanlah film yang akan diputar di dalam bioskop tersebut. Karena memang gedung itu sangat strategis, banyak film-film lokal baru menggunakannya untuk promosi mereka.

Kalau diingat-ingat, sampai saat ini sudah beberapa kali aku mencoba menonton di bioskop-bioskop tua. Tapi masih selalu penasaran dengan apa yang ada di dalamnya. Aku jadi teringat sebuah peristiwa masa kecil. Suatu hari, bersama beberapa teman main ke pertokoan Rama Plaza. Biasanya kami bermain Tamiya atau Dingdong di pertokoan itu. Tapi hari itu kami tergoda untuk masuk menonton film di bioskop yang letaknya di belakang pertokoan.

"Girl from Beijing" aku masih ingat sekali judul film hong kong yang kita tonton waktu itu. Film itu bercerita tentang seorang gadis yang mengalami pelecehan seksual oleh pamannya kemudian lari lalu terjun dan menjadi bintang dalam dunia prostitusi. 

Satu hal yang membekas saat itu adalah ketika seorang lelaki tua mendatangi kursi kami kemudian memperlihatkan penisnya. Tentu saja kami lari dan sejak kejadian itu tidak pernah lagi berniat untuk mencoba menonton bahkan sekedar mendekati bioskop itu sekali pun.

Akan tetapi, saat mengambil studi di Jogjakarta, aku kembali mendapatkan pengalaman menonton di bioskop tua di bioskop Permata. Bioskop Permata yang terletak tak jauh dari jembatan Sayidan itu pernah juga digunakan untuk acara-acara diluar pemutaran film seperti konser musik atau menjadi gedung pertemuan. Salah satu yang membuatku senang dengan bioskop itu adalah mural besar yang ada di salah satu sisi tembok yang menghadap ke jalan. Mural itu saat ini sudah pudar, sedang bioskop permata sudah benar-benar berhenti, mungkin sudah terjual.