Friday, December 23, 2016

Boscha 1

“Karena duitnya Boscha ini banyak yah, jadinya digunakan untuk pembangunan Observatorium Boscha ini,” Mas Zen menjelaskan dengan cara yang menyenangkan kepada kami. Akhirnya, setelah beberapa waktu lalu gagal mengunjungi tempat ini karena tutup, Aku, Ella, Popo, Reza, Rashley dan Rumi sekarang sedang berada di kawasan yang memiliki luas 6 hektare ini. Setelah Institut Teknologi Bandung (ITB) berdiri pada tahun 1959, Observatorium Bosscha kemudian menjadi bagian dari ITB. Sejak saat itu, Bosscha difungsikan sebagai lembaga penelitian dan pendidikan formal Astronomi di Indonesia.

Boscha 3

“Jadi, kenapa Boscha akhirnya memutuskan untuk membangun obsevatorium ini, karena dulu kakeknya pernah berkata pada Boscha kalau suatu hari nanti ia akan membangun sesuatu yang digunakan untuk kepentingan sains.”
“Nah, secara kebetulan ia didatangi oleh ilmuwan-ilmuwan yang mengajaknya kerja sama untuk membuat observatorium ini.”
"Bosscha mengumpulkan pengusaha dan orang-orang terpelajar untuk membentuk organisasi Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV—Perkumpulan Astronom Hindia Belanda) untuk menyalurkan uang bagi pembangunan observatorium."
“Tapi sayangnya, sebelum observatorium ini diresmikan, Boscha keburu meninggal dunia karena jatuh dari kuda”

Observatorium Boscha dibangun di Lembang, Bandung Utara, diresmikan sekitar tahun 1923. Mas Zen menceritakan tentang orang-orang dari benua amerika khususnya bagian utara, mereka hanya bisa melihat bintang-bintang, langit-langit bagian utara saja, begitu pula di benua Australia atau yang berada di bagian selatan, mereka hanya bisa mengamati langit bagian selatan. Berbeda dengan Indonesia yang berada di zona khatulistiwa, kita bisa melihat langit dari berbagai bagian, Utara sampai Selatan. Makanya orang-orang barat itu datang kemari, membangun tempat ini. 

“Kita sekarang sedang berada di sebuah kubah teleskop Zeis” Lanjut mas Zen. 
“Jangan sampai salah ya, kebanyakan bilang bangunan inilah yang disebut Obsevatorium Boscha” 
“Yang benar ini adalah kubah yang mana adalah bagian dari observatorium Boscha yang sangat luas ini”
“Seperti orang menyebut Indonesia itu Bali” 
“Hehehe”

Di dalam kubah itu terdapat sebuah teleskop yang sangat besar. Bentuknya mirip roket, berada di tengah-tengah bangunan menghadap ke langit-langit kubah. Dengan ilmu fisika, teleskop yang beratnya 17 Ton itu bisa digerakkan ke penjuru sudut dengan mudah. Kami mengelilingi bangun tersebut, di sisi-sisi dinding terdapat foto-foto hitam-putih, planet-planet hasil pengamatan.

“Teleskop ini namanya Teleskop Ganda Refraktor Carl Zeiss”
“Teleskop ini dari Jerman”
“Diameternya 60 cm dan panjang 11 meter”
“Beratnya 17 Ton, setara dengan 5 ekor Gajah”
“Bukan ekornya lho”
“Hahahaha”
“Tahu gimana cara ngebawa-nya ke sini?”
“Dulu belum ada pesawat yang bisa ngebawa benda sebesar ini”
“Teleskop ini dibawa lewat laut, dengan kapal”
“Lalu begitu sampai di Indonesia, teleskop ini dibawa ke bumi siliwangi ini menggunakan kuda”
“Lho kok kuat kudanya?”
“Nah lho, coba gimana caranya?”
“Hmmmm”
“Gak tauuuuuu,” anak-anak yang sedari tadi menyimak cerita mas Zen berseru-seru.
“Caranya….teleskop ini dibongkar. Dipecah-pecah dahulu, kemudian ketika sampai di Observatorium ini baru dirakit kembali.”
“Woooooaaaw,” kami semua yang berada di dalam kubah itu terkesima dengan cerita mas Zen ini. 
“Eh iya, pabriknya ternyata deket lho sekarang. Ada di Cisarua, Bogor” 
“Dibuat di sini, kemudian dicap di sana, lalu dijual lagi kepada kita lagi”
“Hahahaha”

Boscha 6

Ide pembangunan observatorium di Lembang ini dikemukakan oleh insinyur-astronom kelahiran Madiun, Joan George Erardus Gijsbertus Voûte. Dia melihat bahwa penelitian astronomi terhambat karena kurangnya jumlah observatorium dan pengamat di Belahan Bumi Selatan. Pada awalnya, Voûte meneliti di Cape Observatory, Afrika Selatan, namun kurangnya dukungan pemerintah setempat membuat Voûte kembali ke Batavia, Hindia Belanda. Voûte berusaha mempengaruhi beberapa astronom di Belanda untuk membangun Observatorium di Hindia Belanda*.

“Teleskop ini digunakan untuk mengamati bintang-bintang”
“Ada yang tahu kenapa sih kita kok iseng banget mengamati bintang-bintang?"
"Ada yang tahu?"
"“Bukan buat nentuin hororskop lho ya”
“Huehe hehe huehe”
“Jadi, kita mengamati bintang untuk mengetahui unsur-unsur dan bahan bakar bintang tersebut. Jadi kita tahu kapan bintang itu akan mati”
“Jadi kita akan tahu kapan matahari akan kehabisan bahan bakar”
“Hooooooo, begitu…”
"Terus, coba ada yang tahu kenapa kita harus melakukan penelitian dibidang astronomi?”
“Jadi, guna astronomi selain untuk mengamati ancaman-ancaman bumi yang akan datang dari luar angkasa, penelitian di bidang astronomi juga menjadi refrensi dalam penciptaan teknologi masa depan”
“Misalnya, dulu kita memerlukan kamera yang lebih canggih dan ringkes untuk melakukan pengamatan di satu planet”
“Maka terciptakan kamera yang sekarang banyak digunakan di handphone kita”
“Hooooooo, begitu…” seru anak-anak lagi.
“Mas, pertama kali teleskop digunakan untuk mengamati apa?”
“Waktu itu pertama kali yang diamati adalah bintang Sirius.”
“Sirius adalah bintang paling terang di langit malam”
"Ada yg menarik pada bintang ini"
"Sirius itu punya pasangan, satu bintang yang lebih kecil namanya sirius B. Sirius A itu memberikan energi pada Sirius B, seperti memberi makan si Sirius B”
"Nah Jika Sirius A nggak bisa ngontrol energinya, Sirius B ini akan terus membesar, terus membesar sampai titik maksimal dan akhirnya meledak"
"Aaahh"
"Nah jika Sirius itu meledak, apa yang terjadi?"
"Hmmm tidak tahu"
"Bumi akan musnah dalam sekejap!"
"Hmmmm"
"Jadi yaa mungkin kenapa waktu itu yang pertama kali diamati adalah Sirius, ya karena salah satu ancaman bumi"

“Mas, selama mengamati bintang, apa yang paling berkesan?" aku bertanya
"Ada"
"Apa itu?"
“Saya pernah lihat UFO,”
“Inget ya apa ufo itu?”
Unidentified Flying Object”
“Jadi benda-benda yang belum teridentifikasi, itu apa”
“Waktu itu saya sedang bertugas mengamati, lalu tiba-tiba saja ada benda terbang melintas”
“Entah itu apa”

Boscha 4

Observatorium Boscha tidak hanya memiliki refraktor Zeis ini. Tapi masih banyak lagi teleskop-teleskop lain yang masih digunakan untuk melakukan pengamatan. Ada Teleskop Schmidt Bima Sakti, Teleskop Refraktor Bamberg, Teleskop Cassegrain GOTO, Teleskop Refraktor Unitron, Teleskop Surya, Teleskop radio 2,3m, juga ada Teleskop GAO yang merupakan hasil kerjasama dengan Gunma Astronomical Observatory (GAO), Jepang. Teleskop ini bisa dikendalikan dari Jepang sana.

Saat ini, Observatorium Boscha sudah tidak layak untuk mengamati bintang. Hal ini dikarenakan perkembangan yang pesat di sekitar lahan ini. Polusi cahaya yang dihasilkan pemukiman dan pusat bisnis di daerah Lembang semakin mengganggu. Sementara itu, kurang tegasnya dinas-dinas terkait seperti pertanahan, agraria dan pemukiman dikatakan cukup memberikan andil dalam hal ini. Dengan demikian observatorium yang pernah dikatakan sebagai observatorium satu-satunya di kawasan khatulistiwa ini menjadi terancam keberadaannya. Karena permasalahan-permasalahan yang muncul, Observatorium ini dalam tahap rencana akan dipindahkan ke daerah Kupang, Nusa Tenggara Timur, yang mana di sana pun langitnya jauh lebih terang ketimbang di Lembang ini.

Yah, mudah-mudahan ketika sudah dipindah pun keadaannya akan berbeda dan tidak terulang lagi permasalahan-permasalahan yang terjadi di Boscha saat ini. Buatku, mudah-mudahan bulan Maret tahun depan, Observatorium Bascha ini belum pindah, karena aku akan kembali saat musim panas dan mengamati bintang-bintang dengan mataku sendiri.



2 comments: