Monday, October 3, 2016


"Mpan, ke Bogor yuk"
"Sekarang?"
"Iya"
"Ngapain?"
"Nggak tau, kesana aja"
"Yuk deh"

Sampai di depan gerbang Kebun Raya Bogor, pintu baru saja ditutup. Ini baru jam 4 sore, seharusnya kan jam 5 ya, pikirku. Banyak pengunjung yang kecewa. Tapi yasudahlah, kami menimang-nimang sebuah alternatif mau kemana selanjutnya.
Lalu Ang mengajukan satu ide. Matanya tertuju pada satu gang yang cukup besar persis di depan Kebun Raya. Gang Suryakencana, katanya banyak kuliner enak di sana. 

Tak jauh melangkah, sebuah Klenteng mencuri perhatian kami. Tertulis Vihara Dhanagun. Masuk gerbang merah vihara itu mata kami langsung tertuju pada relief yang bercerita tentang kisah Son Go Kong. Kami bergegas masuk, karena vihara ini akan tutup pukul 6 sore.


Klenteng Dhanagun dahulu bernama Klenteng Hok Tek Bio berasal dari kata Hok yang berarti rejeki dan Tek yang berarti kebajikan jadi Hok Tek Bio ini bisa dikatakan rumah ibadah rejeki dan kebaikan.  Klenteng ini merupakan tempat ibadah tiga ajaran Budha, Tao dan Konghucu yang banyak dianut oleh etnis Tionghoa. Klenteng yang sudah ratusan tahun ini seumur-umur baru sekali direnovasi pada tahun 2000 lalu, itu pun hanya di ganti genteng dan kayunya saja. Ornamen-ornamen yang kupikir benar-benar cantik tetap dipertahankan dan tempat ibadah ini masih tetap kokoh menggunakan warna merah dan emas yang mendominasi.

Ada sebuah cerita tentang patung-patung yang ada di dalam kelnteng ini. Patung-patung tersebut akan dimandikan setahun sekali, yaitu ketika dewa-dewa itu naik ke langit untuk menceritakan amalan-amalan yang dilakukan manusia selama setahun.  saat itulah dewa-dewa akan meninggalkan tubuh mereka yang adalah patung-patung tersebut. Nah saat para dewa itu kembali, dilakukanlah perhelatan besar untuk menyambut kedatangan mereka, yang biasa disebut  Cap Go Meh.

045



024

56
108

005

057

098



Bunyi perut keroncongan membuyarkan konsentrasi kami di tengah-tengah mengagumi ornamen- ornamen vihara. saatnya mengisi perut. Setelah berpamitan dengan bapak, kami bertanya pada salah satu orang yang berdiri di pinggir jalan.

"Mas kalau ke Gang Aut, lewat mana ya?"
"Wah ini tinggal lurus aja mas, tapi jauh, mending naik angkot aja"
"Angkot 02, nanti bilang aja gang aut sama sopirnya"
"Ok mas, terima kasih ya"

Gang Aut adalah gang kecil yang ramai  oleh kuliner-kuliner yang di pandang mata, terlihat sangat menggiurkan. Setelah berkeliling, aku terfokus pada satu warung sederhana di salah satu sudut gang itu. Sorabi Bogor Colenak.

Lelaki tua itu menyapa setiap orang yang lewat di depan warungnya dengan ramah. Namanya Bapak Tohir, seorang lelaki tengah baya yang konsisten puluhan tahun menjual Sorabi dan Colenak.

076

023

"Ini bapak sendiri yang bikin, pakai beras yang bagus"
"Jadi ga akan bertahan lama"
“Dulu bapak masih sanggup, numbuk sendiri. tapi karena sekarang sudah begini”
“Reot” senyumnya sumringah.
"Masnya mau minum apa?" Tanyanya
Belum selesai aku menjawab, dia berkata duluan.
"Kalau makan Sorabi, enaknya minum teh anget" ujarnya sambil menyodorkan teh tawar hangat.

"Bapak mah segini saja sudah cukup, ndak berniat bikin ruko atau cabang. Bapak di sini senang, mas."
"Dulu ada juga yang buka tapi pakai nama bapak, bapak ndak tahu menahu"
"Tahunya malah dari pelanggan, dia bilang, wah udah buka cabang sekarang"
"Bapak cuma ketawa mas"
"Eh katanya seh sekarang sudah tutup itu tokonya"

077







No comments:

Post a Comment