Thursday, October 27, 2011



Malam baru saja membuka matanya, lampu-lampu sudah berpijar menjelang matahari terbenam di ujung barat. Hujan turun selepas saya sampai di gedung pertunjukan itu. Suasana belum begitu ramai. Sekarang pukul tujuh lebih beberapa menit, menurut jadwal konser akan berlangsung pukul 7:30.

Paramabira. Ya, mereka akan menggelar konser tunggal malam itu. Paramabira (Paduan Suara Mahasiswa Bina Nusantara) adalah salah satu unit kegiatan mahasiswa di Universitas BINUS yang didirikan pada 26 November 1990. Dimulai sebagai paduan suara yang bertanggung jawab di acara-acara protocol kampus, Paramabira telah dikembangkan menjadi salah satu paduan suara yang dihormati di Indonesia. Dipimpin oleh Rainer Revireino.


Di tahun 2008, PARAMABIRA memenangkan juara kedua dalam Mixed Choir Category dan juara ketiga dalam Folksong Category di Festival Internacional de Musica de Cantonigros 2008 di Spanyol. Di tahun 2010, PARAMABIRA menerima penghargaan internasional lainnya, memenangkan juara pertama dalam Mixed Choir Category, Best Interpretation of Compulsory Work – Napady Pisne by Antonin Dvorak, Best Competition Program dan akhirnya memenangkan the Absolute Winner (Grand Champion) dari International Choir Competition ke 24 “PRAGA CANTAT” 2010 di Praha, Republik Ceko.

Pukul setengah delapan, para undangan dan penoton sudah mulai memenuhi ruang lobi gedung, menunggu pintu masuk ruang pertunjukan dibuka. Ini adalah gelaran konser pertama bertajuk “Ancient Wisdom” yang berlangsung di Gedung Usmar Ismail, Jakarta. Konser ini akan digelar kembali di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta 2 hari kemudian.

Kira-kira pada pukul 8 para penonton dan tamu undangan sudah boleh dipersilahkan masuk ke dalam ruang pertunjukan.

Senyap, khidmat begitu para pemain paduan suara memearuki panggung. Mereka mengenakan gaun jas serba putih. Sekitar 40-an mahasiswa ini mebawakan lagu-lagu yang mengusung tema kerukunan antar umat beragama, membawakan lagu2 dr berbagai bahasa, kepercayaan dan kebudayaan.


Kemudian, Pria itu datang. Dengan menggunakan setelan jas hitam, berdiri tegap diantara para penyanyinya. Rainier Revireino bertindak sebagai kondutor untuk malam ini.

Rainier Revireino melanjutkan studi vokal and conducting di bawah bimbingan Avip Priatna, di Sekolah Musik Cantabile, Bandung. Di samping itu, dia juga belajar dengan menghadiri beberapa kelas master yang diberikan oleh musisi kelas dunia seperti Sonja Van Lier, Christa Pfeiler, Rudolf Janson, dan Loh Sian Tuan, dan juga stage-acting untuk opera di bawah arahan Carlos Wagner.

Sebagai penyanyi solo dia telah tampil berkali-kali dengan Jakarta Symphony Orchestra dan Jakarta Chamber Orchestra (Indonesia), Orchestra Ensemble Kanazawa (Jepang), dana Sudwestdeutsche Philharmonie, Tubingen Chamber Orchestra, dan Il Cigno Baroque Ensemble (Jerman)
Rainier juga seorang dosen di Jakarta Conservatory of Music and The British International School Jakarta, dan music director dari Komunitas Paduan Suara Lippo Village.


Konser ini terbagi menjadi dua babak. Sekitar 15 lagu mereka awakan dengan khidmat.
Konser dibuka dengan alunan lagu O Virtus Sapientiae. O Virtus Sapientiae adalah lagu yang dikomposeri oleh Hildegarg von Bingen, sekaligus sebagai pencipta dari lagu tersebut. Teks puisi ini walaupun singkat tetapi sangat ampuh, dimana ia memulai dengan memuji kekuatan dari kebijaksanaan. Lagu ini memamerkan teks yang kaya di kedua citra mistis dan teologi ortodoks dengan musik yang membumi dan juga melonjak.

Konser berlanjut dari lagu ke lagu. O magnum Mysterium karya Javier Busto, Kyrie karya Park Jung Sun, Anima Christi karya Ryan Cayabyab, Lacrymosa karya Calixto Alvares, Bapa Kami karya Perry Rumengan, Jubilate Deo karya Rainier Revireino dan Way Over in Beulahland karya Joseph Jennings mengakhiri babak pertama dari konser tersebut.

Selang 15 menit kemudian, konser dilanjutkan kembali. Konser kembali dibuka dengan lantunan Ani Ma’amin yang berarti “Aku Percaya”. Lagu ini adalah cara membawakan prosaik dari versi tiga belas titik Maimonides dalam ‘Prinsip-prinsip iman Yahudi’. Masing-masing bagian dimulai dengan frase "Ani ma'amin be-emunah shelemah" (Saya percaya dengan iman yang sempurna)

Kemudian Somon karya Hideki Cihara yang berkisah tentang sepasang kekasih yang percaya ketika salah satu dari mereka meninggal, mereka akan tetap merasa bersama. Tidak ada yang ditinggalakan atau meninggalkan, mereka tetap bersama di dalam hati mereka.

Konser berlalu, Voice of Autumn karya Jackson Hill, Dravidian Dithyramb karya Victor Paranjoti, Zikr karya A.R. Rahman, Ilay Gandangan karya Magundanoan Chant dan terakhir Baba Yetu karya Chris Kiagriri yaitu lagu pembuka dari album pertama Tin, Calling All Dawn, lagu ini sebenarnya diciptakan untuk menjadi theme song dari video gameCivilization IV. Tin diminta untuk membuat lagu pembuka dengan teman kamar lamanya di Stanford, Soren Johnson. Baba Yetu adalah satu-satunya lagu dari video game yang dinominasikan untuk dan menang di Grammy Award.

Di luar gedung hujan berlalu. Aluanan-alunan lagu-lagu masih terngiang di kepalaku ketika meninggalkan gedung pertujukan itu.
Konser ini adalah sebagian kecil dari usaha para umat manusia untuk mengingatkan kembali pada kita arti kebersamaan diantara perbedaan-perbedaan yang ada. Keberagaman adalah anugerah yang diberikan oleh Sang Pencipta yang bijaksananya disyukuri bukan untuk dijadikan sebuah alasan untuk saling menghancurkan. 

No comments:

Post a Comment