Wednesday, February 23, 2011

SEPENGGAL CERITA TENTANG MEREKA

selama saya hidup, baru kali ini saya menulis tentang mereka. mereka seperti terselip di dalam lipatan sebuah buku yang tebal dalam perjalanan hidup saya. setelah membukan laci dalam ruang penyimpanan memori di kepala saya, saya mau sekedar bercerita tentang mereka. dua orang figur yang biasa saja. tapi saya bangga dengan mereka.


jujur, awalnya saya tidak pernah merasakan apa yang dinamakan kebahagian dari mereka. ketika saya kecil, saya sering merasa iri dengan teman-teman saya. mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan dari materi sampai dengan kedekatan sebagai orang tua - anak.

ibu saya seorang wirausaha yang sangat aktif yang seluruh waktunya dihabiskan di dalam dapur. memasak, memasak dan memasak. ibu selalu ikut bazaar keliling dari kantor ke kantor. pagi berangkat- pulang larut malam. saya tenggelam dengan mainan atau nintendo. di rumah saja.
ayah saya seorang yang benar-benar dingin, setidaknya itulah anggapan saya ketika kecil. ayah jarang bicara. sangat kaku. tapi sebenernya dia ayah yang baik. hal yang paling saya ingat adalah ketika tangannya menampar wajah saya. hanya karena saya tidak menemukan buku pelajaran yang saya lupa saya letakan dimana. dan selama hidup saya, saya jarang sekali sekedar ngobrol dengannya.

Tahun 1998 ayah saya pensiun dini, menghindari PHK dari kantornya bekerja. saat itu pula Kakak pertama saya diterima perguruan tinggi negeri di Yogya. kemudian, ibu dan ayah memutuskan untuk pindah ke Jogja. dan saya tidak ikut mereka. saya masih harus menyelesaikan studi smp saya. dan mulai saat itu saya hidup sendiri di jakarta.

minggu-minggu pertama ibu masih sering nengok saya di jakarta. bolak-balik jogja-jakarta. tapi setelah sekian lama ibu jarang ke jakarta. saya jujur tidak tahu kenapa. tapi saya jadi terbiasa. terbiasa sendiri. pernah saya seharian hanya makan kentang yang saya olah sendiri. itu ketika stok beras saya benar benar habis. satu-satunya orang yang membantu saya untuk bertahan hidup adalah pacar kakak saya yang sekarang sudah menjadi suaminya. dia sering memberi saya uang ketika saya benar benar kehabisan.

selama smp dan sma saya jarang mendapatkan perhatian dari kedua orang tua saya. hal ini membentuk pribadi saya yang kurang respek sama mereka. selalu keras dengan mereka. begitu pula kakak saya yang pertama. dia benar benar tidak pernah berkata pelan dengan ibu saya. saya sering cek cok dengannya. dan sekarang hubungan kami berdua seperti bukan saudara.
sedikit banyak, tingkah yang dilakukan saya dan kakak-kakak saya pasti membuat mereka tertekan, walaupun mereka tidak pernah memperlihatkannya pada kami.

akhirnya saya pindah ke jogja. saya kemudian tinggal kembali dengan kedua orang tua saya. ayah menganggur. ibu berjualan. walaupun kami tinggal di satu rumah, tapi suasana hening sering kami temukan di rumah ini. hanya terdengar suara tv atau radio.

ayah yang menganggur sering kali terlihat tertekan. ibu pun begitu. mereka harus membiayai sekolah saya dan kakak saya. mereka sering bertengkar. kalo sudah begini saya pasti keluar rumah untuk beberapa hari. hal ini membuat saya tidak peduli dengan keadaan di rumah.
dan hal ini juga yang membuat saya jarang dirumah selain kebiasaan saya di jakarta dulu yang tinggal sendiri.

saya mempunyai seorang kekasih. dia kehilangan ayahnya karena sakit. ketika ia berkata pada saya bahwa dia menemukan figur ayahnya di dalam diri saya, saya benar benar merasa bangga sekaligus bingung.
tapi hal itu sedikit banyak merubah sikap saya terhadap ayah saya begitu juga ibu saya. saya yang dulu selalu takut berbicara dengan ayah, mencoba untuk selalu membuka pembicaraan.
canggung. tapi ada perasaan lega saat itu. walaupun saya jarang berbicara, setidaknya untuk saat ini kami sempatkan waktu untuk ngobrol jika bertemu.

kekasih saya sering mengingatkan saya untuk berdamai dengan mereka. dan itu saya lakukan walaupun sedikit demi sedikit.
dia bilang pada saya bahagiakanlah mereka.
walau canggung, saya selalu ingat katakata kekasih saya itu. bahagiakan mereka. dan sampai sekarang itulah yang terngiang di kepala saya.

kemarin saya pulang dan meminta maaf pada ibu saya dan kakak saya. saya tidak bertemu dengan ayah saya. airmata saya benar-benar tidak terbendung.
sekarang ayah tinggal di tempat kakek, walaupun sudah cukup berumur dia menjadi relawan perbaikan kondisi pasca letusan merapi. ibu saya sering membantunya.

saya sering merasa terharu melihat mereka. di masa tuanya mereka jadi semakin dekat.
walau ayah masih banyak diam, tapi ada perubahan yang cukup berarti.

ketika menulis ini, saya benar benar merindukan mereka. entah merindukan pada hal apa, merindukan hal yang belum pernah terjadi. tapi saya benar beanr ingin merasakan apa yang waktu kecil dulu saya inginkan. berkumpul, bercanda, saling sharing..yang sama sekali belum pernah terjadi dalam keluarga saya. sampai sekarang pun.
sekarang saya sadar. anggapan saya bahwa saya kurang perhatian itu salah. saya terlalu egois untuk berkata seperti itu.
mereka memberikan kasih sayangnya dengan cara mereka. banting tulang menghidupi saya dan kakak-kakak saya biar kelak jadi seseorang yang mereka banggakan.
mungkin ayah diam karena cukup lelah dengan pekerjaannya. saya rasa dibalik kediamannya, dia sebenrnya ingin sekali bercanda dengan kami. begitupun ibu. dibalik kesederhanaannya, saya bangga mempunyai seorang ibu seperti dia.

saya sekarang tahu apa yang dirasakan oleh kekasih saya itu.
bagaimana rasanya rindu pada seseorang yang kita sayangi tapi sudah pergi untuk selamanya.
sebelum hal itu terjadi terhadap saya, sekarang saya coba untuk selalu ingat kata-kata kekasih saya.
bahagiakan mereka.
mudah mudahan, saya bisa. saya bukan anak yang baik, berbakti dengan mereka. tapi bagaimanapun saya sayang mereka.
saya benar-benar sayang mereka.



3 comments:

  1. saya juga rindu dengan keluarga saya, SEMANGAT :D

    ReplyDelete
  2. huhuhuhuhuhuhu... kalau tau dulu smp sndirian.. mampir rumah gw deh ada makanan biar ndut kayak gw..

    ReplyDelete